Kamis, 13 Oktober 2011

5 Menit Saja Cobaanmu Ya Allah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
            Hari ini tanggal 29 Agustus 2011, tepat sehari sebelum hari raya idul fitri 1432 H. Hari adalah saat-saat terakhir kita semua berpuasa dibulan ini. Tak terasa, sudah satu bulan penuh kita menjalani ibadah puasa dibulan yang sangat mulia ini. Dan besok adalah hari dimana kita semua mengucapkan takbir untuk melaksanakan sholat Idul Fitri bersama.
            Namun, sebelum itu semua, ada tradisi yang
mungkin sudah menjadi hal umum di kalangan masyarakat kita. Ya, apalagi kalau bukan mempersiapkan hari kemenangan umat islam dengan berbagai masakan-masakan dan kue-kue lebaran. Dan yang pasti akan menjadi santapan keluarga dan tamu kami nantinya.
            Hari ini, sudah genap seminggu aku berada dirumah bersama keluarga setelah sekitar 12 bulan menuntut ilmu diseberang pulau, tepatnya di Kota Malang, Jawa Timur. Aku kuliah di Universitas Brawijaya dan mengambil jurusan Ilmu Administrasi Publik. Bahagia rasanya bisa berkumpul lagi dengan keluarga besar dirumah, dan kebahagiaanku yang terbesar adalah ketika aku dapat melihat senyum ibu saat aku membantu mempersiapkan masakan dan kue-kue lebaran keluarga.
            Namun sayang, tahun ini tak seperti biasanya, aku tak bisa membantu sang bunda untuk itu semua. Karena aku datang tepat setelah kue-kue itu sudah tertata rapi di dalam kaleng. Namun kesempatan untuk membahagiakan sang ibu belum sirna, masih ada kegiatan ibu dalam mempersiapkan hari esok. Yaitu mempersiapkan makanan khas keluarga kami dari Sulawesi, Buras. Ya, sebuah makanan yang dibungkus oleh daun pisang serta sungguh lejit jika dimakan dengan campuran opor ayam atau bahkan hanya dengan serondeng kelapa.
            Setelah pagi tadi sekitar jam 4 kurang 20 menit aku dibangungkan oleh Bapak untuk makan sahur, seketika itulah dengan sigap aku bangun dan langsung menuju arah dapur mengambil makanan sahur. Aku makan sahur sendiri, karena bapakku telah makan sahur terlebih dahulu dan mempersiapkan dirinya untuk berangkat kerja jam 5.30. Sedangkan ibu, dan kedua adikku masih tidur.
            Setelah menikmati makan sahur, aku bergegas ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mengambil air wudhu, lalu memakai sarung dan pakaian muslimku beserta membawa Al-Qur’an dan buku do’a untuk berangkat menuju masjid. Aku memang berniat datang 15 menit lebih awal agar aku tidak ketinggalan shalat sunnah tahyatul masjid dan shalat fajr (subuh). Dan aku juga berniat memperbanyak tilawahku.
            Setelah sholat subuh telah kulaksanakan bersama jemaah yang lain, aku memilih tidak langsung pulang, karena aku masih ingin berdo’a dan menambah sedikit lagi tilawahku karena aku merasa belum puas. Namun, jam sudah menunjukkan pukul  5.30 pagi dan aku merasa sedikit mengantuk karena semalam aku sedikit memaksa unutuk mengerjakan karya tulisku hingga larut.
            Tak terasa aku bangun dan melihat jam sudah pukul 6.30. Berarti aku tertidur selama 1 jam. Aku bersyukur karena ada orang yang ingin membayar zakat dan membangunkanku yang sedang tertidur di dekat jendela. Lalu aku membangunkan seorang takmir masjid yang juga tertidur di ujung sebelah sana tepat dibawah jendela sama sepertiku. Akan tetapi aku merasa di kelelahan karena iktikaf semalam suntuk dihari yang terakhir ini, sedangkan aku hanya karena kelelahan dengan karya tulisku.
            Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan tidurku, karena aku teringat bahwa hari ini aku ingin melanjutkan tulisanku dan membantu ibu memasak buras dirumah. Setelah sampai dirumah, aku dengan segera menganti pakaian dengan seragam basketku, celana merah dan baju abu-abu kesayanganku.
            Langsung saja aku kedapur untuk melihat ibu, dan beliau bertanya “Kamu ada kerjaan kah hari ini?” langsung saja aku jawab “ nga ada bu, ada yang bisa kubantu kah?” padahal barusan saja aku berniat untuk melanjutkan tulisanku. “ Ambilkan ibu daun pandan ya dibelakang rumahnya mama imah” “ berapa bu?” tanyaku setelah mendengar perintah ibu. “3 aja”. Segera setelah itu aku mengambil sebilah pisah untuk memotong daun pandan nantinya.
            Ketika hendak keluar rumah, aku melihat adikku Fadil sedang asyik menonton televisi, karena hari ini adalah sekolahnya meliburkan siswa/siswi-nya. Tapi aku tidak melihat adikku yang nomor 2, Nicho. Firasatku, mungkin dia sedang bermain sepakbola bersama temannya dilapangan sana.
            Setelah meminta izin kepada mama imah untuk mengambil daun pandan dibelakang rumahnya aku langsung pulang dan memberikan 3 buah daun pandan tersebut pada ibu. “ Apa lagi bu?” tanyaku berharap ada lagi yang bisa aku bantu. Kemudian beliau menunjuk kompor kecil yang sedang digunakan untuk memasak buras. “ Tolong isikan kompor itu dengan minyak tanah, minyaknya ada dibawah (disamping rumah)”. Tanpa membalas akupun langsung turun dan melihat ada 2 buah jerigen minyak. Tapi aku teringat kata ibu bahwa minyaknya berada di jerigen yang berwarna hitam. Lalu aku cium, “ya ini minyaknya” gumamku dalam hati.
            Aku kembali ke dapur dan memperlihatkan jerigen tersebut kepada ibu, karena ibu jerigen tersebut sesuai dengan apa yang diminta. Beliau lalu menciumnya untuk memastikan bahwa itu benar minyak tanah. “Tuang saj semua, mungkin sudah kosong di dalam kompor” perintah ibu kepadaku.
            Segera kutuang dengan perlahan minyak tersebut kedalam kompor, agak sedikit tumpah, namun tiba-tiba dari dalam kompor keluarlah api yang cukup besar dan panas menyambarku, aku tidak tahu mengapa. “Astagfirullah”, itulah ucapku pertama kali melihat kejadian tersebut. Seketika saja kjerigen yang tadi aku pegang menyala dengan apinya dan hampir saja membakar tangan kananku. Lalu aku buang begitu saja kesamping. Ibu yang sedang mempersiapkan bumbu masakan pun terkejut melihat kompor tersebut mengeluarkan api yang cukup besar. Kami pun langsung mencoba mencari air untuk memadamkannya.
            Ketika konsentrasi kami tertuju pada kompor yang sedang menyala tersebut, tidak disangka jerigen tadi masih menyala dan membakar alat jemuran yang berada didekat mesin cuci tepat didepan kamar mandi keluarg kami. Akupun menjadi panik mencoba memadamkan jerigen tadi, sedangkan ibu juga memcoba memadamkan api yang terus berkobar dikompor tersebut.
            Sekeras tenaga aku mencoba memadamkan api yang keluar dari dalam jerigen tersebut yang ternyata berisi campuran bensin dengan air yang ada didalam bak kamar mandi.  Namun, bukannya api semakin padam, malah sebaliknya, jerigen yang berulang kali kusiram ternyata menyebar terus ke seisi ruang sempit didepan kamar mandi. Hal ini disebabkan bensin tidak larut didalam air. Aku mencoba untuk terus bersabar dan ber-istigfar kepada Allah, semoga kami diberi kesabaran dalam menghadapi cobaan ini.
            Belum selesai itu semua, aku malah bertambah panik, karena jerigen tersebut tiba-tiba berada dekat dengan Genset besar berukuran 240V serta berisi bensin penuh. Dan air yang berada didalam bak kamar mandi juga sudah mulai habis. Aku mencoba memutar kran air untuk mengisi kembali bak tersebut dan berlari ke arah dapur mengambil air minum yang ada di dalam tong. Aku mencoba dengan cekatan memadamkan api tersebut yang sudah mulai membakar sedikit dinding dan alat jemuran diruangan itu. Dan dengan ember besar aku mencoba menyingkirkan jerigen tersebut kearah luar dan akhirnya berhasil. Genset tersebut telah aman dari nyala api tersebut.
            Aku melihat ibu sudah berada diluar dan membantu memadamkan jerigen tersebut dengan air yang ia peroleh diluar rumah. Tiba-tiba adikku berteriak “Api-api . .  . bu ada api . .  .” Mendengar hal tersebut kembali konsentrasi terganggu, dan kembali aku ber-istigfar kepada Allah. Namun alhamdulillah, selang beberapa saat, dari dalam aku melihat Fadil telah berada diluar rumah bersama ibu. Ternyata dia keluar melalui pintu depan.
            Kekhwatiranku belum berhenti, malah bertambah besar, ketika pandanganku tertuju pada jerigen tadi. Kali ini jerigen yang masih menyala tersebut berada disamping tabung gas LPJ 20 Kg. Masyaallah, “Tabahkanlah aku ya Allah” singkat gumamku dalam hati. Aku khawatir jika tabung itu meledak, sungguh membuatku hampir meneteskan air mata, karean aku tidak tahu apa yang selanjutnya akan terjadi jika tabung itu benar-benar meledak.
            Dalam pekat asap hitam yang seketika menyelimuti seisi rumah, membuat nafasku dan pengliatanku sedikit terganggu. Di dalam kecemasan, kekhawatiran, keletihan, dan ketakutan hanya sabar dan mengingat Allah yang bisa kulakukan, serta terus mencoba memadamkan kobaran api yang ada di dinding dan lantai ruangan tersebut dan akhirnya sedikit demi sedikit mulai padam. Namun, seketika itu pula aku melihat ibuku memberanikan diri untuk mengambil jerigen tersebut dengan sapu basah. Berdetak kencang rasanya, ketika melihat tabung gas dan jerigen yang terbakat itu sangat dekat.Namun alhamdulillah, jerigen tersebut bisa berhasil untuk dipadamkan. Begitu pula dengan usahaku didalam rumah, berhasil memadamkan api yang ada didinding dan dilantai rumah. Alhamdulillah... Hanya dalam waktu tidak lebih dari 5 menit kejadian tersebut berlangsung, hampir saja memakan banyak korban.
            Memang, dinding dan lantai sedikit terbakar akibat peristiwa tersebut. Kemudian hampir seisi dapur dan ruang didepan kamar mandi penuh dengan genangan air serta asap hitam masih mengepul dari dalam rumah. Tapi tak mengapa, aku beserta ibu dan adikku berhasil menghadapi cobaan ini. Lalu, selama kurang lebih 30 menit kami mencoba untuk membersihkan rumah yang sedang terkena musibah. Sekali lagi alhamdulillah, kami semua bisa selamat, walaupun mesin cuci dan alat jemuran sedikit terbakar, namun hal ini masih bisa dibeli didunia. Namun ketika hal itu berurusan dengan masalah nyawa, siapakah yang bisa membelinya dari Allah SWT.
            Namun, melihat sesuatu yang membuatku heran. Jilbab ibu yang sering ibu gunakan yang berada di alat jemuran tidak terbakar sama sekali, padahal handuk dan pakaian lainnya juga ikut hangus terbakar tanpa sisa. Mungkin saja, Allah juga ingin memperlihatkan sesuatu pada kita semua bahwa Jilbab bukan hanyakain yang dipakai untuk melindungi seseorang dari teriknya panas matahari, melainkan melindungi diri (wanita) dari azab Allah SWT. Allahu’alam.
            Setelah itu semua, aku lalu membersihkan diri yang hitam terkena kepulan asap yang keluar dari jerigen tersebut, lalu tak lupa aku mendirikan shalat untuk mengucap syukur dan memohon keselamatan pada keluarga kami dunia dan akhirat. Allahumma Amiin.


Sekian, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar